Senin, 22 Juli 2013

Pengalaman Terbesar di Puncak Latimojong (Penggalan Catatan Perjalanan XPDC GEAR MAPALA TEKNIK)

Tidak banyak yang tahu tentang indahnya eksotisme salah satu  pegunungan yang terdapat di Sulawesi Selatan ini, khususnya bagi kawan - kawan diluar sulawesi seperti kami, apalagi bila bicara tentang sejarah pegunungan Latimojong tersebut. Pegunungan Latimojong terkenal dengan 7 puncak tinggi yang dimilikinya, satu puncak yang kami capai yakni puncak Rante Mario dengan Ketinggian lebih Dari 3400 meter di atas permukaan laut. Pegunungan Latimojong sendiri secara administrasi terdapat di Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, dan Palopo, namun lazimnya pendakian melewati kabupaten Enrekang tepatnya di Kecamatan Baraka.
Bersama warga Dusun Rantelemo
 
Dilatar Belakangi keinginan bersama untuk memperdalam ilmu kepencinta alaman, kami yang tergabung dalam MAPALA TEKNIK di Fakultas Teknik Universitas Mulawarman bertekad penuh untuk hijrah ketanah celebes bertemu dengan sesama saudara P.A yang terkenal solid, besar, dan banyak dengan berbagai tingkatan keilmuan mereka dan prinsip kekeluargaan yang sama. Perjalanan selama sebulan penuh ini kami awali dengan bertemu puncak tertinggi di tanah celebes yang terdapat di Pegunungan Latimojong. 

Perjalanan menuju puncak latimojong tersebut memberikan banyak pengalaman bagi kami, salah satunya ujian fisik dan mental bagi pendaki pemula yang sebagian besar anggota belum pernah sama sekali melakukan pendakian. Diawali dengan perjalanan darat yang sangat jauh dari Kota Makassar selama kurang lebih 6 jam perjalanan dengan bus, dan dilanjutkan menggunakan kendaraan "trek" istilah populer bagi penduduk kampung sekitar kaki gunung yang mendefinisikan truk pengangkut bahan logistik masyarakat sekitar dan bahan sayuran hasil produksi perkebunan wilayah tersebut. Trek ini merupakan truk 4 roda dengan bak terbuka yang dipagari besi dengan ketinggian sebatas dada orang dewasa. Sekitar tengah malam kami tiba di dusun Rantelemo, dusun terakhir yang bisa dicapai kendaraan, suhu dingin yang sangat tidak biasa kami rasakan di Kalimantan merupakan ujian awal terberat bagi kami yang mau tidak mau membutuhkan upaya adaptasi lingkungan lebih, bersyukur dengan segala persiapan yang telah di rencakan kami mampu melewati malam pertama diatas ketinggian 1000 mdpl tersebut.

Pagi - pagi sekali kami harus siap dengan kondisi melanjutkan perjalan menuju dusun karangan, dusun terdekat dengan puncak latimojong, dengan penuh semangat dan tekad serta jargon "dusun terdekat" tadi kami terus mempertahan semnagat juang yang telah dibangun, berjalan kaki dengan beban yang lumayan berat serta medan yang cenderung selalu mendaki merupakan ujian kedua bagi tim, disini sudah mulai terlihat bahwa istilah "bisa karena terbiasa" tersebut memang suatu ungkapan nyata bagi kegiatan petualangan, bersyukurlah kami yang didampingi beberapa saudara PA di Makassar mampu sedikit mengurangi beban ujian yang ditanggung, saudara yang telah berpengalaman, banyak memberikan support dan bantuan moril bagi anggota tim sehingga kami sanggup melewati ujian kedua perjalanan ini, tepat hingga sore hari kami tiba di dusun karangan, sebuah dusun yang penuh kesehajaan dikelilingi keindahan khas dataran tinggi dengan suhu yang relatif sangat dingin. Disini terdapat banyak perkebunan kopi, yang merupakan branded khas dusun karangan, sayang karena banyak persiapan yang diutamakan kami belum bisa menikmati nikmatnya kopi asli.



Perjalanan Menuju Puncak

Untuk menuju puncak rantemario, secara reguler kami harus melewati 8 pos bila diawali dari dusun karangan. Dalam perjalanannya, terdapat banyak keindahan – keindahan alam khas pegunungan yang tidak lazim kami temui yang mampu mengobati capeknya fisik kami. Perjalanan ini sendiri penuh dengan kegiatan menanjak, bahkan sangat jarang kami temukan medan datar apalagi turunan, ini yang memberikan kekhasan dari pegunungan latimojong tersebut. Selama perjalanan banyak yang mengalami penurunan fisik secara drastis dan berbagai indikasi beberapa anggota yang mengalami  gejala mountain sickness seperti batuk – batuk, mual, nafas terhimpit, bahkan pada saat perjalanan menuju pos 5 banyak anggota tim yang tertidur secara tidak sengaja akibat kurangnya asupan oksigen dalam otak dan rasa capai yang tidak bisa di tahan lagi. Hingga akhirnya penasihat teknis memutuskan untuk melakukan penginapan di pos 5 tersebut.

Perjalanan menuju pos selanjutnya jauh lebih berat, tenaga yang sudah terkuras, gejala penyakit gunung yang mulai dirasakan semua anggota tim dan kondisi ketinggian yang sangat tidak biasa kami rasakan merupakan ujian yang kesekian kali kami rasakan dan salah satu yang terberat dalam pendakian tersebut, belum lagi dengan berbagai macam cobaan mental yang muncul antar anggota tim turut menambah ragam ujian sekaligus ilmu pengalam baru yang kami rasakan sebagai petualang dan pencinta alam pada khususnya. selalu yang menjadi kutipan kami bersama oleh penasihat teknis, bahwa yang paling menyenangkan dalam kegiatan pendakian adalah “istirahat”, dan hal menyenangkan lainnya dari kegiatan pendakian bahwa seorang pendaki yang inin mencapai puncak atau mengagalkan dirinya karena berbagai hal yang ia rasakan, ia harus selalu ‘berjalan”.

Tepat di hari ke empat perjalanan setelah semalam kami menginap di pos 7, pos favorit pendaki menginap sebelum mencapai puncak dengan ketinggian sekitar 3100 mdpl, kami berniat mencapai puncak rantemario setelah melewati pos 8 dan 9. Dengan sisa fisik yang ada dan sisa logistik yang dimiliki akhirnya kami sampai di tanah tertinggi pulau Sulawesi tersebut, Buntu Rantemario (rd; Puncak rantemario) dengan ketinggian sekitar 3450 mdpl. Di perjalanan menuju puncak tersebut masih banyak terdapat vegetasi khas dataran tinggi, pohon – pohon yang tak lebih dari 2 meter tingginya, tanaman paku raksasa, dan semak – semak yang disela – selanya terdapat bunga abadi, bunga edelweiss. Kurang lebih selama satu jam berada di puncak memanjatkan rasa syukur atas segala kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan sang khalik, serta berdoa dan bersuka cita atas capaian kami bersama, kami memutuskan kembali turun menuju dusun karangan. Dalam perjalanan turun gunung tersebut kami harus bermalam di pos 2 dikarenakan kondisi waktu yang terlanjur malam, dan beberapa anggota yang mengalami gelaja sakit yang membutuhkan waktu istirahat lebih. Di pos 2 juga merupakan pos favorit pendaki karena posisinya berada tepat di pinggir aliran sungai besar dan terdapat goa Sarung Pakpak goa kecil tepat di atas aliran sungai deras persis seperti beranda rumah.


Bersama beberapa anggota di Puncak rantemario dengan kondisi badai dan kabut hingga suhu hampir minus 3 derajat

Alam merupakan sumber ilmu pengetahuan dan wujud nyata keberadaan ilahi, semakin dekat kita dengan alam, maka logikanya kita akan semakin dekat dengan-Nya lewat rasa syukur, serta tafakur atas segala rahmatnya akan salah satu ciptaan besarnya ini. Maka prinsip kecintaan terhadap alam itu sendiri merupakan prinsip hakiki seorang manusia sebagai hamba Allah swt. Keep it straigt! Lestari!



Lestari!!!

Febri Subekti
03.002.MAPALA-TEKNIK.09